"Saya Pelacur, Saya Memohon, Saya HIV..."
Jakarta, "Tuhan, jangan beri aku cobaan yang melebihi ini. Pada awalnya aku tidak percaya dinyatakan sakit. Kukira ini mimpi, tapi ini nyata." Ungkap salah satu wanita penghuni Kalijodo.
Begitu catatan seorang pekerja seks yang ditemukan di salah satu tempat kost di Kalijodo, Jakarta Utara. Dia memendam sakit, mengubur perasaan bersalah, hingga teror virus tak terobati: HIV.
Berantakan! Kaus dan celana mini berhias manik - manik tersebar di lantai kamar. Sebuah bra berwarna cream tergantung di satu ujung dinding kamar.
Sebuah kamar lainnya di lantai tiga kafe Semilir Jaya ini tampaknya sama. Pakaian dalam hingga pengaman berserakan. Pemiliknya tergesa setelah pemerintah dengan terburu - buru ingin menertibkan Kalijodo.
Baca juga : Resiko Penyakit Tidur Terlalu Lama
Sampul VCD bajakan tercecer disana - sini. Dulu, ingar - bingar musik disko dan remix berngaung hingga dini hari dari kamar dan kafe - kafe. Saat ini, kamar - kamar rerata ukuran 2 meter x 3 meter itu tidak lagi bertuan. Barang tersisa menjadi "Santapan" pemulung. Membuat mereka semringah membawa karung penuh berang bekas di panggung.
Kafe yang terletak di pinggir Jalan Kepanduan II ini telah ditinggal pemiliknya dan para perempuannya sejak pekan lalu. Aliran listrik telah diputus. Angin yang berhembus semilir dari sebuah jendela di ujung lorong menyeruakan bau bangkai tikus.
Sebuah buku harian bersampul merah muda tergeletak di lantai. Nama pemiliknya Ayu, 22 Tahun, seperti tertulis lengkap di buku. Di halaman depan, dia mengaku "cewek jablay kalijodo", biasa di panggil Ega.
Sejak awal Oktober tahun lalu, dia menulis kisahnya. Sebagai besar adalah sekelumit cerita percintaannya dengan seorang lelaki. Di beberapa lembar, bekas bibir berlipstik tertempel saat hubungannya mesra. Sebagian lagi tentang keluarga, bagaimana dia ingin membahagiakan orang tua.
Terakhir, tentang penyakitnya. "Aku enggak tau lagi berapa lama bertahan. Tak tahu harus dapat biaya dari mana lagi. Pembengkakan pada kedua paru - paruku membuatku sakit bernafas dan membuatku tak tahan lagi merasakan sakit yang amat menyiksaku,"tulisnya.
Baca juga : Cara Menghemat Pulsa Handphone Android
Lalu, dia melanjutkan, "Tuhan, aku sadar penyakitku tak akan pernah sembuh, aku tahu hidupku tak akan lama lagi. Aku ingin melewati hari - hari terakhirku bersamanya." Nama Ayu dan seorang lelaki yang sering ditulisnya dalam buku terpampang di dinding salah satu kamar tersebut. Ada simbol cinta di antara nama mereka.
Uang dan Penyakit
"Saya tidak sakit. Siapa bilang saya HIV? Saya juga sudah tidak di Kalijodo, sudah pulang ke kampung,"kata ME saat dihubungi.
Nama gadis 25 tahun ini tercatat positif HIV sejak Oktober lalu. Dia bekerja di Kafe Nusantara, satu dari ratusan kafe di Kalijodo.
Dia menceritakan, hingga Januari lalu, dia memang masih bekerja di Kalijodo setelah beberapa bulan sebelumnya dibawa seseorang dari kampungnya Lampung. Disana, dia selalu melakukan pemeriksaan kesehatan sesuai aturan di tempatnya bekerja.
Saat ditanyakan mengenai kebisaan tidak menggunakan pengaman saat berhubungan, dia menjawab,"Kalau itu memang ada yang sering meminta tidak memakai pengaman. Kami juga bisa apa, memangnya siapa yang mau kerja kayak gitu?"
Dari catatan Puskesmas Pejagalan, setidaknya ada 55 pekerja seks yang terdapat positif HIV per 2015. Sementara hingga pertengahan Februari lalu, telah ada 13 orang yang positif HIV. Mami (56), begitu dia ingin dipanggil, mengembuskan asap rokok dengan kencang. Dia sedang mengawasi pembongkaran bangunan miliknya.
Baca Juga : Aturan Terbaru Tentang Plastik Berbayar
Pemilik salah satu kafe dengan 17 kamar ini mengawasi pembongkaran kafe Ojo Lali di RT 006 RW 005, Pejagalan, Jakarta Utara. " Semuanya sudah habis. Kami mulai bisnis ini berdarah - darah. Sekarang seua ceweknya (PSK) sudah pada pulang atau pindah ke tempat lain juga," ucap ibu empat anak yang tinggal di Kalijodo sejak 1984.
Ratusan pekerja seks-data pemkot Jakarta Utara 450 orang tidak terlihat lagi di wilayah ini. Sebagian dari mereka pulang kampung, pindah ke tempat lain, diungsikan pemilik, atau dibawa lari pelangganya. Padahal, ucap mami, pekerja seks di tempat ini sangat "berjaya" hingga awal bulan lalu. Tidak kurang, uang Rp. 550.000 bisa diperoleh setiap hari.
Dalam sebulan, gadis - gadis yang sebagian besar dari Indramayu, Cirebon, juga Lampung ini bisa meraup Rp. 20 juta bahkan Rp. 30 juta. "Kalau untuk cewek yang terikat, sekali main bisa dapat Rp. 55.000. Satu malam jatahnya itu sepuluh kali main dengan sistem voucer," ucapnya. Voucer yang dimaksud adalah durasi waktu berhubungan setiap pelangganya yang hanya 30 menit. Kelebihan waktu akan diberi pembayaran tambahan oleh pemilik kafe.
Mereka akan mendapatkan uang dari akumulasi setiap awal bulan. Seperti gajian pegawai pada umumnya. "Kalau yang tidak terikat jauh lebih banyak dapatnya, sekali main rata - rata Rp. 70.000 karena mereka tidak mendapat tempat tinggal dan makan.Jadi, mereka kena charge untuk kamar saja."
Pekerja seks di Kalijodo terbagi menjadi dua, yaitu yang freelance dan yang terikat adalah mereka yang tinggal di kafe - kafe tersebut. Selain mendapat uang makan, mereka juga dapat obat - obatan dan diantar saat memeriksakan kesehatan. Mereka yang terikat diantar oleh calo. Yelly, yang telah 27 tahun menetap di Kalijodo, berujar, calo itu adalah penjual putus.
Baca Juga : Duel Ahmad Dhani vs Ir. Basuki T Purnama, MM (Ahok) di Kalijodo
"Kalau ceweknya cantik, bisa sampai Rp. 20 juta. Kalu ceweknya standar, antara Rp. 10 juta sapai 15 juta. Ceweknya harus menjalani masa training selama tiga bulan." ucapnya dengan pelan. Anak bungsunya tidur di gendongan. Di dalam kafe itu sendiri ada pengasuh khusus. Mereka mengurus kebutuhan sehari - hari, seperti riasan, pulsa, rokok, kondom, juga obat - obatan saat PSK sakit.
Setiap PSK harus membagi lagi sekian persen pendapatannya dari setiap pelanggan dengan pengasuhnya. Menurut Yelly, mucikari atau pemilik kafe pun mengambil keuntungan dari setiap pelanggan. Dari tarif rata - rata PSK Rp. 150.000, pemilik mengambil Rp. 40.000. Sisanya untuk biaya keamanan dan operasional kafe.
"Disini itu pekerja pada senang karena mereka dapat uang gede, dijaga lagi. Disini dulu jarang ada keributan atau pekerja yang disiksa. Semuanya jalan seperti sistem,"kata Yelly."Kalau ada yang positif HIV, pasti dipulangkan. Akhir tahun lalu saya dengar ada yang meninggal di kampungnya."
Tak Tahu ke mana
Kisah PSK Kalijodo di yakini menguap seiring dilaksanakannya penertiban hari ini. Pemilik kafe telah terbang dengan gemilang uang di tangan. Calo dan pengasuh pun sama. Tinggal PSK yang entah kemana. Mereka seliweran mencari tempat baru. Tanpa punya bekal keterampilan, pekerjaan selain jadi PSK sulit mereka bayangkan.
Dan Ayu pun menulis, "Tuhan maafkanlah jika aku mengeluh padamu, jika aku meminta padamu. Ku tahu dosa dan perbuatanku tak bisa kau ampuni. Tapi, aku mohon, jangan beri aku cobaan seberat ini lagi."
Demikianlah kisah seorang PSK yang bekerja di salah satu kafe yang ada di Kalijodo. Terima kasih. Salam Merpatitempur.com
See you on next page >>
Jakarta, "Tuhan, jangan beri aku cobaan yang melebihi ini. Pada awalnya aku tidak percaya dinyatakan sakit. Kukira ini mimpi, tapi ini nyata." Ungkap salah satu wanita penghuni Kalijodo.
Begitu catatan seorang pekerja seks yang ditemukan di salah satu tempat kost di Kalijodo, Jakarta Utara. Dia memendam sakit, mengubur perasaan bersalah, hingga teror virus tak terobati: HIV.
Berantakan! Kaus dan celana mini berhias manik - manik tersebar di lantai kamar. Sebuah bra berwarna cream tergantung di satu ujung dinding kamar.
Sebuah kamar lainnya di lantai tiga kafe Semilir Jaya ini tampaknya sama. Pakaian dalam hingga pengaman berserakan. Pemiliknya tergesa setelah pemerintah dengan terburu - buru ingin menertibkan Kalijodo.
Baca juga : Resiko Penyakit Tidur Terlalu Lama
Sampul VCD bajakan tercecer disana - sini. Dulu, ingar - bingar musik disko dan remix berngaung hingga dini hari dari kamar dan kafe - kafe. Saat ini, kamar - kamar rerata ukuran 2 meter x 3 meter itu tidak lagi bertuan. Barang tersisa menjadi "Santapan" pemulung. Membuat mereka semringah membawa karung penuh berang bekas di panggung.
Kafe yang terletak di pinggir Jalan Kepanduan II ini telah ditinggal pemiliknya dan para perempuannya sejak pekan lalu. Aliran listrik telah diputus. Angin yang berhembus semilir dari sebuah jendela di ujung lorong menyeruakan bau bangkai tikus.
Sebuah buku harian bersampul merah muda tergeletak di lantai. Nama pemiliknya Ayu, 22 Tahun, seperti tertulis lengkap di buku. Di halaman depan, dia mengaku "cewek jablay kalijodo", biasa di panggil Ega.
Sejak awal Oktober tahun lalu, dia menulis kisahnya. Sebagai besar adalah sekelumit cerita percintaannya dengan seorang lelaki. Di beberapa lembar, bekas bibir berlipstik tertempel saat hubungannya mesra. Sebagian lagi tentang keluarga, bagaimana dia ingin membahagiakan orang tua.
Terakhir, tentang penyakitnya. "Aku enggak tau lagi berapa lama bertahan. Tak tahu harus dapat biaya dari mana lagi. Pembengkakan pada kedua paru - paruku membuatku sakit bernafas dan membuatku tak tahan lagi merasakan sakit yang amat menyiksaku,"tulisnya.
Baca juga : Cara Menghemat Pulsa Handphone Android
Lalu, dia melanjutkan, "Tuhan, aku sadar penyakitku tak akan pernah sembuh, aku tahu hidupku tak akan lama lagi. Aku ingin melewati hari - hari terakhirku bersamanya." Nama Ayu dan seorang lelaki yang sering ditulisnya dalam buku terpampang di dinding salah satu kamar tersebut. Ada simbol cinta di antara nama mereka.
Uang dan Penyakit
"Saya tidak sakit. Siapa bilang saya HIV? Saya juga sudah tidak di Kalijodo, sudah pulang ke kampung,"kata ME saat dihubungi.
Nama gadis 25 tahun ini tercatat positif HIV sejak Oktober lalu. Dia bekerja di Kafe Nusantara, satu dari ratusan kafe di Kalijodo.
Dia menceritakan, hingga Januari lalu, dia memang masih bekerja di Kalijodo setelah beberapa bulan sebelumnya dibawa seseorang dari kampungnya Lampung. Disana, dia selalu melakukan pemeriksaan kesehatan sesuai aturan di tempatnya bekerja.
Saat ditanyakan mengenai kebisaan tidak menggunakan pengaman saat berhubungan, dia menjawab,"Kalau itu memang ada yang sering meminta tidak memakai pengaman. Kami juga bisa apa, memangnya siapa yang mau kerja kayak gitu?"
Dari catatan Puskesmas Pejagalan, setidaknya ada 55 pekerja seks yang terdapat positif HIV per 2015. Sementara hingga pertengahan Februari lalu, telah ada 13 orang yang positif HIV. Mami (56), begitu dia ingin dipanggil, mengembuskan asap rokok dengan kencang. Dia sedang mengawasi pembongkaran bangunan miliknya.
Baca Juga : Aturan Terbaru Tentang Plastik Berbayar
Pemilik salah satu kafe dengan 17 kamar ini mengawasi pembongkaran kafe Ojo Lali di RT 006 RW 005, Pejagalan, Jakarta Utara. " Semuanya sudah habis. Kami mulai bisnis ini berdarah - darah. Sekarang seua ceweknya (PSK) sudah pada pulang atau pindah ke tempat lain juga," ucap ibu empat anak yang tinggal di Kalijodo sejak 1984.
Ratusan pekerja seks-data pemkot Jakarta Utara 450 orang tidak terlihat lagi di wilayah ini. Sebagian dari mereka pulang kampung, pindah ke tempat lain, diungsikan pemilik, atau dibawa lari pelangganya. Padahal, ucap mami, pekerja seks di tempat ini sangat "berjaya" hingga awal bulan lalu. Tidak kurang, uang Rp. 550.000 bisa diperoleh setiap hari.
Dalam sebulan, gadis - gadis yang sebagian besar dari Indramayu, Cirebon, juga Lampung ini bisa meraup Rp. 20 juta bahkan Rp. 30 juta. "Kalau untuk cewek yang terikat, sekali main bisa dapat Rp. 55.000. Satu malam jatahnya itu sepuluh kali main dengan sistem voucer," ucapnya. Voucer yang dimaksud adalah durasi waktu berhubungan setiap pelangganya yang hanya 30 menit. Kelebihan waktu akan diberi pembayaran tambahan oleh pemilik kafe.
Mereka akan mendapatkan uang dari akumulasi setiap awal bulan. Seperti gajian pegawai pada umumnya. "Kalau yang tidak terikat jauh lebih banyak dapatnya, sekali main rata - rata Rp. 70.000 karena mereka tidak mendapat tempat tinggal dan makan.Jadi, mereka kena charge untuk kamar saja."
Pekerja seks di Kalijodo terbagi menjadi dua, yaitu yang freelance dan yang terikat adalah mereka yang tinggal di kafe - kafe tersebut. Selain mendapat uang makan, mereka juga dapat obat - obatan dan diantar saat memeriksakan kesehatan. Mereka yang terikat diantar oleh calo. Yelly, yang telah 27 tahun menetap di Kalijodo, berujar, calo itu adalah penjual putus.
Baca Juga : Duel Ahmad Dhani vs Ir. Basuki T Purnama, MM (Ahok) di Kalijodo
"Kalau ceweknya cantik, bisa sampai Rp. 20 juta. Kalu ceweknya standar, antara Rp. 10 juta sapai 15 juta. Ceweknya harus menjalani masa training selama tiga bulan." ucapnya dengan pelan. Anak bungsunya tidur di gendongan. Di dalam kafe itu sendiri ada pengasuh khusus. Mereka mengurus kebutuhan sehari - hari, seperti riasan, pulsa, rokok, kondom, juga obat - obatan saat PSK sakit.
Setiap PSK harus membagi lagi sekian persen pendapatannya dari setiap pelanggan dengan pengasuhnya. Menurut Yelly, mucikari atau pemilik kafe pun mengambil keuntungan dari setiap pelanggan. Dari tarif rata - rata PSK Rp. 150.000, pemilik mengambil Rp. 40.000. Sisanya untuk biaya keamanan dan operasional kafe.
"Disini itu pekerja pada senang karena mereka dapat uang gede, dijaga lagi. Disini dulu jarang ada keributan atau pekerja yang disiksa. Semuanya jalan seperti sistem,"kata Yelly."Kalau ada yang positif HIV, pasti dipulangkan. Akhir tahun lalu saya dengar ada yang meninggal di kampungnya."
Tak Tahu ke mana
Kisah PSK Kalijodo di yakini menguap seiring dilaksanakannya penertiban hari ini. Pemilik kafe telah terbang dengan gemilang uang di tangan. Calo dan pengasuh pun sama. Tinggal PSK yang entah kemana. Mereka seliweran mencari tempat baru. Tanpa punya bekal keterampilan, pekerjaan selain jadi PSK sulit mereka bayangkan.
Dan Ayu pun menulis, "Tuhan maafkanlah jika aku mengeluh padamu, jika aku meminta padamu. Ku tahu dosa dan perbuatanku tak bisa kau ampuni. Tapi, aku mohon, jangan beri aku cobaan seberat ini lagi."
Demikianlah kisah seorang PSK yang bekerja di salah satu kafe yang ada di Kalijodo. Terima kasih. Salam Merpatitempur.com
See you on next page >>


0 komentar:
Posting Komentar
KOMENTAR SPAM dan LIVE LINK AKAN DIHAPUS ADMIN...!!!